Disini Aku hanya ingin membagi kisah, sebuah kisah tanpa ujung yang telah coba aku ringkas dan aku sederhanakan. Tapi jujur Aku gagal. Aku bukanlah seorang penulis handal sekaliber JK Rowling yang punya daya imajinasi yang kuat. Bukan Pula Habiburrahman Al Shirazy yang begitu pandai dalam menulis syair yang mendayu-dayu. Aku hanyalah anak dari seorang Ibu paling hebat diantara semua Ibu hebat yang ada di Dunia ini. Aku hanya anak ibu. Tulisan ini lebih mengarah seperti sebuah surat yang ingin aku berikan pada ibuku, namun aku malu dan takut untuk mengirimkannya. Biarlah nanti Ibu sendiri yang akan menemukannya……………………………
Ibu, Aku tak pernah ingat bagaimana rupaku saat pertama kali di lahirkan. Aku juga tak pernah tahu bagaimana masa kecilku yang nakal. Tapi satu hal yang ingin aku beritahukan kepadamu. Aku sangat menyayangimu. Aku sangat menyayangimu dan Aku benar- benar mencintaimu. Aku bingung ingin memulai ini darimana. Keberadaanmu begitu menyejukkan hatiku. Aku ingat pada suatu saat kau harus tinggal di rumah Mbah, karena Mbah Putri sakit, Aku begitu kelimpungan di Rumah sendirian. Memang benar ada Ayah yang menemaniku, tapi rasanya beda. Berbeda karena tak ada yang mengomel ketika aku bangun kesiangan, tak ada yang memarahiku saat aku tak berhenti menonton tv. Ada rasa hampa, dan kosong. Kemudian saat kau kembali ada di Rumah, rumahpun seperti kembali hidup. Aku ingin bertanya padamu ibu, kekkuatan dahsyat apa yang kau miliki, sehingga kau bias membuat rumah menjadi sangat hangat begitu kau ada.
Ibu andaikan kau tahu, aku menulis ini dengan mata merah. Tanpa kusadari tetesan air mata jatuh di pelupuk mataku. Dan aku tak peduli, padahal aku menulis ini di sebuah warnet yang ramai, aku sadar banyak pasang mata yang heran melihat aku menitikkan air mata. Tapi aku tak peduli, aku jadi benar-benar kangen padamu bu. Entah kenapa aku jadi ingin pulang, sudah terlalu lama aku tak memelukmu. Ya, hanya setahun sekali aku memelukmu. Saat Idul Fitri, sebenarnya aku ingin memelukmu setiap kali Aku berangkat ke pondok tapi aku terlalu malu. Maafkan aku Bu, Aku hanya merasa malu untuk memelukmu hanya karena kaumerasa bahwa aku sudah besar. Padahal tidak, Kau salah, aku masih tetap anakmu. Aku anakmu yang masih ingin selalu kau peluk setiap hari.
Ibu, aku ingin bertanya satu hal lagi, motivasi apa yang bias membuatmu begitu tegar? Begitu kuat dalam mengarungi kehidupanmu? Mendampingi Ayah, mendidik dan mengasuh kami ketiga anak-anakmu yang nakal dan benar-benar menguras emosimu setiap waktu. Jika saja kau punya facebook buk, aku pasti akan memberikan bermilyar jempol untukmu……..hmm, ya, mungkin itu juga masih belum Cukup. Mengingat jadwal mu yang padat, mulai dari mencuci, memasak, membersihkan rumah, mengantar kami ke sekolah, Aaahh, begitu banyak kegiatanmu, kau bagaikan seorang artis di hatiku.
Pernah suatu saat aku terbangun dari tidur, aku masih sangat ingat waktu itu pukul 2 malam, Aku haus, namun aku tak melangkahkan kakiku ke dapur. Aku melihatmu sedang sholat………dan menitikkan air mata. Ingin sekali aku bertanya padamu saat itu, tapi aku takut, jujur dulu kau adalah ibu yang galak……….namun ketika usia mulai merangkak naik, aku baru tahu. Itulah kekuatanmu Ibu……kau selalu mengumpulkan kekuatanmu dari Allah di setiap malam. Sendirian kau memompa semangatmu untuk hari esok pada malam harinya. Aku salut padamu Ibu…….Kau benar-benar jelmaan malaikat. Sekarang, detik ini aku jadi membayangkan apa yang sedang kau lakukan di rumah???
Buk, bulan ini, Bulan puasa bukan??? Aku ingin meminta maaf kepadamu, jujur aku akan bilang padamu. Aku lebih takut pada Ayah daripada denganmu………..Aku tau itu salah. Rosulullah sendiri bersabda, bahwa kita sebagai umat yang telah kau kandung selama 9 bulan dengan menahan sakit, umat yang telah kau didik sedari kecil. Harus menghormatimu 3X lebih mulia dibandingkan ayah. Maafkan aku Ibu…………………..sebenarnya kesalahan ini adalah karena kau juga, kau sebagai seorang ibu terlalu baik pada ku dan pada adik. Kau selalu mengabulkan permintaan kami, Kaulah yang menenangkan kami ketika ayah sedang bad mood, kau juga yang selalu ada ketika kami butuh bantuan. Maafkan kami ibu, Aku mewakili adik-adik untuk meminta maaf juga padamu.
Apakah ibu masih ingat? Dulu awal mula aku masuk pondok? Pada saat kelas satu, aku juga pernah mengirimimu surat, benar, hanya surat yang dikirimkan seorang anak yang benar-benar kangen dan ingin pulang ke rumah…… Cengeng ya? Tapi jika ingat surat itu, aku juga ingin menangis buk!!! Aku menulis surat itu di kamar mandi. Apa kau percaya??? Aku menulisnya di kamar mandi karena aku malu harus menangis di depan temen-temen………
Dan sekarang buk, 2 bulan lagi aku akan menginjak umur 20 tahun. Apa yang sudah aku berikan padamu? Tak ada……Aku belum bias memberikan apapun padamu ibuk..Maafkan anakmu ini. Aku tahu doamu selalu bersamaku. Aku merasakannya….Buk, ada satu pertanyaanku, Apakah aku bias sepertimu kelak jika aku sudah menikah? Bisakah aku mengayomi keluargaku dengan segala kasih saying dan ajaran yang baik untuk semua anak-anakku kelak? Aku takut membayangkan hal itu…..Ibuk, tetap bimbinglah aku....kemaren, sekarang dan kelak jika aku memang harus tinggal terpisah darimu………..
Buk, berbahagialah kau sekarang, tak usah terlalu berfikir terlalu keras. Kami anak-anakmu sudah dewasa. Dan atas ajaranmu, kami akan sekuat tenaga belajar untuk hidup mandiri. Hidup tanpa harus meminta darimu dan ayah lagi. Ya, walaupun katamu kalian tetap tak tega bila tak memberi kami uang saku……..
Tetaplah menjadi ibuku yang paling hebat, tetaplah jadi ibukku yang paling cerewet, tetaplah jadi ibuk yang galak, dan tetaplah jadi malaikat kami……Karena kaulah satu-satunya orang yang mengenal kami dengan sangat-sangat-sangat dan sangat baik……..Kami mencintaimu buk………selalu…selamanya…………
Ttd
(Anak-anakmu)